Senin, 18 Oktober 2010

kemandirian,???

Orang tua yang pilih kasih, sebetulnya sedang merancang masa depan yang lemah bagi anak emasnya.Anak-anak yang seharusnya disayangi, secara seimbang oleh orang tua, tapi yang dinomor-akhirkan, akan langsung dan khusus disayangi oleh Tuhan. Para anak emas biasanya sulit untuk selamat sebagai orang dewasa, tanpa bantuan orang tuanya. Sedangkan para anak tembika rhidup mandiri, gagah, dan lebih sejahtera.

Hiduplah dengan cara yang tidak akan menumbuhkan penyesalan. Ilmu keberhasilan hidup itu sudah pasti. Yang belum pasti adalah seberapa berhasilnya dirimu nanti. Dan itu sangat ditentukan oleh kesungguhan dan kualitas upayamu. Hidupmu terlalu penting untuk digunakan mencoba-coba apakah ada kebaikan bagimu di jalan yang selain kebaikan semua yang menyesal, menyesal karena mengabaikan yang baik.

Sabtu, 16 Oktober 2010

Keledai yang pantang menyerah

Suatu hari, keledai milik seorang petani jatuh ke dalam sumur. Hewan itu menangis dengan memilukan selama berjam-jam, sementara si petani memikirkan apa yang harus dilakukannya.

Akhirnya, Ia memutuskan bahwa hewan itu sudah tua dan sumur juga perlu ditimbun/ditutup, karena berbahaya, jadi tidak ada gunanya untuk menolong si keledai.

Dan ia mengajak tetangga-tetangganya untuk datang membantunya. Mereka membawa sekop dan mulai menyekop tanah ke dalam sumur. Menimbun keledai itu.

Pada mulanya, ketika si keledai menyadari apa yang sedang terjadi, ia menangis penuh kengerian. Tetapi kemudian, semua orang takjub, karena si keledai menjadi diam. Setelah beberapa sekop tanah lagi dituangkan ke dalam sumur, si petani melihat ke dalam sumur dan tercengang karena apa yang dilihatnya.

Walaupun punggungnya terus ditimpa oleh bersekop-sekop tanah dan kotoran, si keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan. Ia mengguncang- guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke bawah, lalu menaiki tanah itu.

Sementara tetangga-tetangga si petani terus menuangkan tanah kotor ke atas punggung hewan itu, si keledai terus juga menguncangkan badannya dan melangkah naik. Segera saja, semua orang terpesona ketika si keledai meloncati tepi sumur dan melarikan diri!

Kehidupan terus saja menuangkan tanah dan kotoran kepadamu, segala macam tanah dan kotoran. Cara untuk keluar dari ‘sumur’ (kesedihan, masalah, dsb) adalah dengan menguncangkan segala tanah dan kotoran dari diri kita (pikiran dan hati kita) dan melangkah naik dari ‘sumur’ dengan menggunakan hal-hal tersebut sebagai pijakan.

Setiap masalah-masalah kita merupakan satu batu pijakan untuk melangkah. Kita dapat keluar dari ‘sumur’ yang terdalam dengan terus berjuang, jangan pernah menyerah!

Kosongkan cangkir tehmu

Di sebuah kerajaan, karena kesibukan sang raja memerintah, permaisurilah yang menemani dan sangat memanjakan sang pangeran. Pangeran tumbuh menjadi pemuda yang sombong, egois, kurang sopan santun, dan malas belajar. Raja sangat sedih memikirkan sikap pangeran muda. Bagaimana nasib negeri ini nantinya?

Setelah berbincang dengan permaisuri, raja pun bertitah: “Anakku, tahta kerajaan akan ayah serahkan kepadamu, tetapi dengan syarat engkau harus tinggal dan belajar selama 1 tahun di atas bukit bersama seorang guru yang telah ayah pilih. Bila engkau gagal, maka tahta kerajaan akan ayah serahkan kepada orang lain.”

Pangeran serta merta menyanggupi persyaratan itu. Dalam hati ia berkata, “Apalah artinya penderitaan 1 tahun dibandingkan kelak sebagai raja, aku bisa hidup mewah dan bersenang-senang seumur hidupku!”

Setibanya di kediaman sang guru, tingkah laku pangeran tetap sombong, menyebalkan, dan tidak sopan. Dia merasa sebagai pangeran, semua orang harus menuruti kemauannya. Setiap kali gurunya bertanya, pangeran menjawab semaunya. Setiap kali gurunya menerangkan pelajaran, pangeran tidak mendengarkan-merasa sudah tahu semua.

Tidak terasa haripun berganti minggu. Sang guru berpikir keras tentang cara untuk memberi pelajaran kepada pangeran yang sombong dan sok pintar itu.

Suatu hari, sang guru menyeduh teh dan menuangkan ke cangkir pangeran. Air teh dituang terus dan terus hingga tumpah ke mana-mana sehingga mengenai tangan sang pangeran. Pangeran berteriak marah, “Hai, bodoh sekali! Menuang teh saja tidak becus! Cangkir sudah penuh mengapa masih dituang terus? Air mendidih, lagi!”

Dengan tersenyum sang guru berkata tegas, “Beruntung hanya tangan pengeran yang terkena percikan teh panas. Sebagai seorang pangeran, calon raja dan suri tauladan bagi rakyatnya, tidak sepantasnya berkata tidak sopan seperti itu, lebih-lebih kepada gurunya sehingga sepantasnya mulut pangeranlah yang harus dituang teh panas ini.

Guru sengaja menuang terus cangkir yang telah terisi penuh karena ingin mengajarkan kepada Yang Mulia bahwa cangkir teh diumpamakan sama seperti otak manusia. Bila telah terisi penuh maka tidak mungkin diisi lagi. Karenanya kosongkan dulu cangkirmu, kosongkan pikiranmu, agar bisa diisi hal-hal baru yang positif. Hanya bekal ini yang ingin guru sampaikan. Bila pangeran tidak berkenan, silakan pergi dari sini.”

Mendengar perkataan sang gurunya yang tegas, pangeran seketika tertunduk malu. Peristiwa itu menyadarkan pangeran untuk mengubah sikapnya dan menerima pelajaran dari gurunya. Tentu saja perubahan sikap pengeran ini membuat raja sangat bergembira.

Karena status, pendidikan, atau kedudukan, seringkali seseorang merasa lebih tahu, lebih mengerti, dan lebih pintar dari orang lain. Sikap seperti ini membuat pikiran tertutup (atau mental block), sulit menerima hal-hal baru yang diberikan oleh orang lain.

Sikap seperti ini jelas merugikan dirinya sendiri. Jika kita bisa bersikap open mind / membuka pikiran dalam meta manfaatkan untuk mengembangkan dan menciptakan kesuksesan

Senin, 11 Oktober 2010

Kebaikan orang tua VS balasan kita

Sekarang coba kita bayangkan :

Saat kita berusia 1 tahun, orang tua memandikan dan merawat kita. sebagai balasannya, kita malah menangis di tengah malam

Saat kita berusia 2 tahun, orang tua kita mengajari kita berjalan, sebagai balasannya, kita malah kabur saat orang tua memanggil kita

Saat kita berusia 3 tahun, orang tua kita memasakkan masakan kesenangan kita, sebagai balasannya, kita malah menumpahkannya

Saat kita berusia 4 tahun, orang tua memberi kita pensil berwarna, sebagai balasannya, kita malah mencorat coret dinding

Saat kita berusia 5 tahun, orang tua kita memberi kita baju baju yang baugs, sebagai balasannya, kita malah mengotorinya

Saat kita berusia 10 tahun, orang tua kita membayar mahal mahal uang seolah dan uang les kita, sebagai balasannya, kita malah bermalas - malasan bahkan bolos

Saat kita berusia 11 tahun, orang tua kita mengantarkan kita ke mana - mana, sebagai balasannya, kita malah tidak mengucap salam ketika kita keluar rumah

saat kita berusia 12 tahun, orang tua kita mengizinkan kita menonton di bioskop dan acara lain di luar rumah bersama teman teman kita, sebagai balasannya, kita malah meminta orang tua duduk di bangku terpisah dari kita dan teman teman kita

Saat kita berusia 13 tahun, orang tua kita membayar biaya kemah, biaya pramuka, dan biaya liburan kita, sebagai balasannya, kita malah tidak memberi mereka kabar ketika kita berada di luar rumah

Saat kita Berusia 14 tahun, Orang tua orang tua pulang kerja ingin memeluk kita. Sebagai balasannya, kita malah menolaknya.

Saat kita Berusia 18 tahun, Orang tua terharu melihat kita lulus SMA. Sebagai balasannya, kita malah berpesta semalaman, mencoret coret seragam dan pulang keesokan harinya.

Saat kita Berusia 19 tahun, Orang tua membayar uang kuliah dan mengantar kita ke kampus. Sebagai balasannya, kita minta mereka berhenti jauh jauh digerbang kampus.

Saat kita Berusia 22 tahun, Orang tua memeluk kita dengan haru saat kita di wisuda. Sebagai balasannya, kita malah minta hadiah karena berhasil lulus kuliah.

Saat kita Berusia 29 tahun, Orang tua membantu biaya pernikahan kita. Sebagai balasannya, kita malah mindah keluar kota, meninggalkan mereka dan menghubungi merekan 1 kali sebulan.

Saat kita Berusia 30 tahun, Orang tua memberi tahu kita bagaimana cara merawan bayi. Sebagai balasannya, kita malah berkata’ mama, zaman sekarang mah beda, nggak perlu lagi cara cara seperti itu”.

Saat kita Berusia 40 tahun, Orang tua kita sakit sakitan dan membuthkan perawatan kita. Sebagai balasannya, kita malah berkata ‘ papa mama, aku sudah berkeliarga, aku punya tanggungjawab thd keluargaku.

Entah balasan apa lagi yang kita sampaikan kepada orang tua kita. Bukan mustahil, itu yang menyumbat rezeki dan kebahagiaan kita.

postingan lain tentang kebaikan orang tua :